Menatap indahnya senja di tepi pantai, warna kilauan bekas pelangi nambah cerianya sore setidaknya bagi Winda, wanita usia 30 tahunan. Kaki mungilnya masih asyik memainkan gemericik air, lama kelamaan iramanya bergerak cepat seiring irama hatinya yang gundah gulana. Winda tak tahu harus bagaimana lagi ia menghdapi pertanyaan sang ibunda tercinta tentang dirinya, ya ia mengerti benar kekhawatiran orang yang telah melahirkannya.Namun apa hendak dikata ia sendiripun tak pernah mengira akan bernasib tak seberuntung ini.
“win, gimana kabar temanmu yang pernah datang waktu ibu sakit itu lho? ” tanya ibu 2 minggu lalu.
“kelihatannya orangnya baik, sudah sejauh mana hubungan kalian? ” cecaran pertanyaan ibu yang kerap kali membuatku jadi mendustainya, maafkan aku ibu…
“ohh baik bu, tapi kami cuma teman aja kok ga lebih” itu kenyataannya bu, wajah ibu masih sumringah, ” bukan berarti ga bisa lebih kan?”
“Mas Herry sudah beristri bu anaknya 3 sudah sekolah semua” tiba-tiba awan kelabu itu muncul lagi, ibu bergegas masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikanku. Duh ibu, betapa aku juga ingin segera berkeluarga seperti teman-temanku yang lainnya, namun mampukah aku memaksakan semua keinginanku jika hal ini belum jadi inginNya?